Suasana lobi hotel Safwat Al Shorouk Roudhoh Mekah malam ini tampak lebih ramai dari biasanya. Mungkin karena ini jadwal kedatangan calon jamaah haji kloter terakhir dari Jawa Tengah, SOC-94 dari Kabupaten Kebumen. Mereka datang menggenapi isi hotel berkapasitas 6.000an jamaah haji ini.
Pada beberapa malam sebelumnya, Pak Bei dan teman-teman masih bisa agak leluasa memilih tempat duduk untuk ngobrol, diskusi, dan berkoordinasi sesama Karom. Tapi malam ini, jangankan untuk duduk, untuk bisa sekedar jalan mau keluar-masuk hotel saja harus bersabar mencari celah.
Ratusan jamaah yang baru datang dalam keadaan lelah tumplek blek memenuhi ruang lobi. Mereka antri mengambil kartu nusuk, sambil menunggu kedatangan kopernya masing-masing yang baru loading dari truk boks pengangkut dari bandara Jedah.
“Assalaamu’alaikum, Pak Karom,” seseorang mengucapkan salam sambil menepuk pundak Pak Bei dari belakang.
Pak Bei langsung menoleh ke belakang dan meresponnya, “Wa’alaikumsalam. Eeh Mas Parjo. Mau ke mana, Mas?”
“Biasa, Pak Bei. Cari angin di luar sambil sak udutan,” jawab Mas Parjo. “Kalau Pak Bei longgar dan berkenan, kita ngobrol di luar yook,” sambungnya.
“Oke siap, Mas Parjo,” jawab Pak Bei.
Suasana di luar hotel ternyata tak kalah hiruk-pikuknya. Puluhan tenaga bongkar tampak sangat sibuk menurunkan koper-koper besar milik jamaah, lalu mendorongnya satu per satu ke ruang lobi. Di kiri kanan teras hotel, puluhan jamaah asal Indonesia tampak duduk-duduk sambil asyik ngobrol, dan tentu juga sambil klepas-klepus memikmati rokok kretek yang dibawanya dari rumah. Praktis tidak ada lagi tempat untuk Pak Bei dan Mas Parjo ikut duduk-duduk di sana.
“Ayo kita ke seberang saja, Pak Bei. Ada bangku-bangku yang nyaman buat ngobrol santai di sana,” Mas Parjo mengajak Pak Bei menyeberang jalan.
“Pak Bei, tadi kami ngobrol tentang Tarwiyah, dan saya diminta konfirmasi ke Pak Bei,” Mas Parjo mengawali obrolan setelah menyulut kreteknya.
“Soal Tarwiyah?”
“Benar, Pak Bei. Dari berbagai informasi yang kami baca, Pemerintah kita maupun pihak Pemerintah Arab Saudi konon tidak memprogramkan Tarwiyah. Tapi kenapa kita mau melakukan Tarwiyah? Kenapa kita tidak ikut saja program resmi dari Pemerintah?”
“Terus apa lagi, Mas?”
“Sementara itu dulu, Pak Bei.”
“Mas Parjo sejak beberapa bulan lalu sudah aktif ikut manasik, kan?”
“Lumayan, Pak Bei. Tapi ada satu-dua pertemuan yang saya tidak bisa hadir.”
“Berarti ada materi yang Mas Parjo tidak sempat mengikuti, ya?”
“Benar, Pak Bei.”
“Tapi sempat baca buku-buku yang kami bagikan, kan?”
“Ya cuma sebagian, Pak Bei, terutama yang hafalan doa-doa.”
“Mestinya dibaca semua, Mas. Biar paham ilmunya.”
“Maklumlah, Pak Bei, kami ini tidak biasa membaca dan belajar sendiri. Sudah terbiasa mendengarkan ceramah, tausiyah, atau pengajian.”
“Jadi gak paham kan kenapa kita ada Tarwiyah.”
“Teman-teman yang rajin ikut manasik saja juga bingung kok, Pak Bei.”
“Begini lho, Mas Parjo. Sebagai KBIHU, kami telah berusaha maksimal membantu jamaah agar dapat melakukan ibadah haji dengan baik melalui manasik yang kami selenggarakan selama hampir 6 bulan. Ini agar semua jamaah dapat melakukan ibadah secara mandiri.”
“Iya, Pak Bei. Saya tahu itu. Pematerinya juga bagus-bagus, sangat menguasai ilmu manasik dan berpengalaman sebagai karom dan pembimbing.”
“Semua kami ajarkan, bahkan dari yang paling elementer seperti cara berwudhu, tayamum, bacaan dan gerakan shalat, shalat di atas kendaraan, doa-doa harian, dan bacaan-bacaan manasik, hingga praktik simulasi haji dan umrah.”
“Iya benar, Pak Bei.”
“Termasuk soal Tarwiyah, itu juga sudah kami sampaikan. Jamaah tentu sudah paham bila dari dulu pun Tarwiyah tidak termasuk paket resmi dari Pemerintah kita dan Pemerintah Arab Saudi. Tapi mereka juga tidak melarang bila ada jamaah yang ingin melakukan Tarwiyah.”
“Kenapa begitu, Pak Bei?”
“Karena Pemerintah juga tahu, bahwa Tarwiyah itu termasuk sunnah muakkadah, sangat dianjurkan, bahwa dulu Rasulullah SAW juga melakukan Tarwiyah.”
“Kenapa tidak dijadikan saja satu paket resmi dengan Armuzna ya, Pak Bei?”
“Mungkin pertimbangannya lebih ke teknis saja, Mas Parjo. Jadi yang diformalkan hanya yang termasuk rukun dan wajib haji. Yang sunnah diserahkan kepada jamaah mau melakukannya atau tidak.”
“Jadi besok kita akan tetap melakukan Tarwiyah, Pak Bei.?”
“Insya Allah, Mas Parjo. Itulah makanya kemarin jamaah sudah kita himbau untuk mengumpulkan uang Real ke Karomnya masing-masing untuk biaya Dam, Tarwiyah, dan lain-lain. Untuk Dam sudah kita bayarkan melalui mitra terpercaya di sini. Untuk Tarwiyah juga sudah kita bayarkan melalui Syarikah, mitra resmi Pemerintah Arab Saudi. Jadi Insya Allah semua akan berjalan dengan baik.”
“Ini iformasi penting untuk saya sampaikan ke teman-teman agar tidak ragu lagi dan tidak salah paham.”
“Tolong Mas Parjo juga bantu greteh mengingatkan jamaah agar menjaga kesehatan dan menyimpan tenaga untuk puncak haji yang tinggal tiga hari lagi.”
“Pak Bei, apa saja agenda kita di puncak haji nanti? Lupa saya.”
“Tanggal 7 Dzulhijjah sore atau malam, kita sudah memakai ihram, lalu berangkat ke Mina untuk Tarwiyah. Kita menginap di Mina hingga tanggal 9 pagi. Tanggal 9 pagi kita berangkat ke Arafah untuk Wukuf. Di Arafah, jamaah akan mengikuti Khotbah Wukuf, Shalat jamak-qashar dhuhur dan ashar serta maghrib dan isya’. Lalu, kita bergeser ke Muzdalifah untuk Mabid hingga shubuh. Paginya, kita kembali ke tenda Mina untuk bersiap-melakukan Jamarat, melempar Jumrah Aqabah. Setelah itu kita Tahalul Awal, memotong rambut dan berganti pakaian biasa.”
“Sudah selesai ya, Pak Bei?”
“Ya belum, Mas. Kita masih akan tinggal di Mina hingga tanggal 13. Nafar Tsani. Setiap hari di tanggal 11, 12, dan 13 kita akan melempar jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah. Setelah itu, kita kembali ke Mekah untuk Thawaf Ifadah dan Sa’i. Nah, kita sudah tahalul tsani, maka selesai sudah seluruh rangkaian ibadah haji kita.
“Jadinya Tarwiyah kita nanti dari tanggal 7 sampai 9 ya, Pak Bei?”
“Sebenarnya dulu Rasulullah SAW melakukan Tarwiyah mulai dhuhur tanggal 8 hingga shubuh tanggal 9, Mas. Tapi mengingat teknis, Insya Allah kita akan berangkat tanggal 7 malam, Mas.”
“Baiklah, Pak Bei. Terima kasih atas penjelasannya. Sudah plong saya.”
Aktivitas di depan Hotel Raudhah 502 sudah agak sepi. Tampaknya jamaah sudah masuk ke kamarnya masing-masing untuk istirahat. Aktivitas bongkar koper pun sudah selesai. Pak Bei dan Mas Parjo mengakhiri obrolan dan kembali masuk ke kamarnya di lantai 10.