Refleksi dari Kasus Keracunan Massal Dapur MBG
Oleh: Wahyudi Nasution
MPM PP Muhammadiyah, Pegiat Jamaah Tani Muhammadiyah (JATAM)
Islam menegaskan pentingnya makanan yang halalan-thayyiban. Halal berarti sesuai dengan aturan syariat, sementara thayyib berarti baik, sehat, dan membawa maslahat. Makanan yang halal-thayyib akan menjadi sumber energi, kesehatan, dan keberkahan. Sebaliknya, bila makanan tidak halal dan tidak thayyib, ia bisa mendatangkan penyakit, bahkan azab.
Dalam paradigma Islam, anak-anak sekolah adalah bagian dari sabilillah. Mereka sedang berjuang menuntut ilmu, menjalankan kewajiban untuk masa depan agama, bangsa, dan kemanusiaan. Karena itu, soal makanan bagi anak sekolah adalah persoalan yang sangat serius. Ia bukan sekadar urusan perut, tetapi bagian dari perjuangan menegakkan perintah Allah.
Fenomena keracunan Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang telah menimpa lebih dari 5.000 jiwa anak-anak sekolah, bahkan sampai menimbulkan korban meninggal, patut kita sikapi sebagai teguran dari Allah SWT. Apa yang mestinya menjadi sumber kesehatan justru berubah menjadi bencana karena diabaikannya prinsip halal-thayyib.
Di balik itu, muncul persoalan tentang Sentra Produksi Pangan Gizi (SPPG). Kita tahu, pembangunan SPPG membutuhkan investasi besar dan persyaratan yang sangat ketat sehingga mustahil dijangkau oleh UMKM lokal atau sekolah. Celah ini lalu dimasuki oleh para pemodal kuat dari Jakarta: bukan hanya anggota DPR, tetapi juga pengusaha, bahkan politisi sekaligus pengusaha. Dengan kekuatan modal dan jejaring politik, mereka dengan mudah menguasai kuota SPPG di berbagai daerah.
Bagi investor, masuk ke bisnis SPPG berarti keuntungan ganda. Secara politik, mereka tercatat sebagai pendukung program prioritas pemerintah. Secara ekonomi, hitungan bisnisnya sangat menjanjikan, alias sangat profit. Misalnya:
- Sewa dapur/SPPG: Rp 2.000 per porsi
- Jumlah porsi: 3.500 per hari
- Total per hari: Rp 7.000.000
- Dalam sebulan (25 hari sekolah): Rp 175.000.000
- Dalam setahun (10 bulan sekolah): Rp 1,75 miliar
Itu baru satu dapur SPPG. Jika seorang investor menguasai 10 dapur di berbagai daerah, maka potensi omzet bisa mencapai hampir Rp 20 miliar per tahun. Semua ini relatif tanpa risiko, karena pembayaran ditanggung penuh oleh negara melalui Badan Gizi Nasional (BGN). Maka, tak heran bila SPPG menjadi rebutan dan ladang empuk bagi pemodal besar.
Padahal, UMKM lokal dan petani sekitar SPPG seharusnya menjadi bagian dari ekosistem MBG. Mereka seharusnya bukan sekadar penonton, apalagi hanya menjadi vendor kelas bawah, melainkan justru didorong untuk ikut berinvestasi dalam pembangunan SPPG. Dengan begitu, kepemilikan SPPG tidak hanya terkonsentrasi pada pemodal besar dari luar daerah, tetapi juga menjadi milik masyarakat setempat. Para petani sekitar pun selayaknya diposisikan sebagai vendor utama penyedia bahan baku, sehingga program MBG tidak hanya memberi gizi bagi anak sekolah, tetapi juga menghadirkan manfaat ekonomi langsung bagi rakyat kecil di lingkungannya.
Patut diapresiasi bahwa beberapa sekolah swasta dan pondok pesantren telah lama menyelenggarakan program makan bersama (termasuk makan siang) bagi santrinya, jauh sebelum hadirnya MBG. Meski peralatan mereka tidak memenuhi standar ketat sebagaimana dipersyaratkan MBG, namun pengalaman mereka sudah sangat teruji dan tidak pernah menimbulkan kasus keracunan massal. Justru mereka inilah yang semestinya mendapat dukungan dan penguatan dari program MBG, karena telah terbukti mampu menyelenggarakan layanan makan sehat dengan aman dan penuh tanggung jawab.
Karena itu, penting memastikan agar program besar seperti SPPG tidak kehilangan ruhnya. Ia harus dikelola dengan prinsip halal-thayyib sejak hulu hingga hilir: halal dalam sumber modal, thayyib dalam kualitas pangan, serta adil dalam melibatkan petani lokal dan lembaga pendidikan yang sudah teruji. Tanpa itu semua, makanan yang diniatkan sebagai berkah, bisa saja berubah menjadi azab.
Akhirnya, kita berharap pemerintah, DPR, dan para pemangku kebijakan benar-benar menjadikan prinsip halal-thayyib sebagai fondasi utama program MBG. Bukan hanya demi keselamatan anak-anak hari ini, tetapi juga demi keberkahan generasi masa depan bangsa. Sebab dari makanan yang halal dan thayyiblah lahir generasi yang kuat, sehat, dan berakhlak mulia.