29.6 C
Jakarta
Monday, March 17, 2025
spot_img

Bimbingan Haji Itu Perlu

Namanya Mulyono, orang biasa memanggilnya Kang Mul atau Lek Mul. Rumahnya di kampung sebelah. Usianya hampir kepala tujuh, tapi badannya tampak masih bugar. Pak Bei tahu Kang Mul dan Yu Kamirah istrinya ini sejak dulu profesinya pedagang sayur-mayur. Mereka biasa kulakan ke Pasar Cepogo, Boyolali pada sore hari.Lalu, sayuran dari lereng Gunung Merapi itu malam jam 23-nan dijualnya di Pasar Gedhe Klaten.

Menjelang shubuh, dagangannya sudah terjual habis, dibeli pelanggannya para pedagang eceran dan warung-warung makan atau catering. Maka di kampungnya, mereka tergolong keluarga nyait, berkecukupan secara ekonomi.

Pak Bei jarang sekali bergaul dengan suami-istri itu. Kebetulan saja Jumat sore kemarin ketemu di Masjid Al Hidayah Jatinom, Klaten, karena sama-sama menghadiri undangan dari Kantor Urusan Agama untuk calon jamaah Haji Jatinom 2025.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, KUA Jatinom memang selalu mengundang para calon jamaah Haji untuk ta’aruf dan diberi penjelasan tentang pengurusan paspor ke Kantor Imigrasi Solo serta pemeriksanaan kesehatan di Puskesmas. Itu memang salah satu tupoksi Kantor Kementerian Agama.

Sebelum pertemuan diakhiri, ndilalah Pak Bei ketiban sampur, ditunjuk menjadi koordinator 30 calon jamaah Haji dari Kecamatan Jatinom. Sebagai Kepala KUA, Pak Yusuf punya alasan penunjukan itu, bahwa Pak Bei pernah punya pengalaman naik Haji. Sebenarnya itu juga sudah lama, tahun 2011, tapi karena semua jamaah sudah setuju, ya apa boleh buat. Pak Bei pun tidak bisa menolak.

“Pak Bei, kami ini orang-orang bodoh dan buta huruf,” kata Kang Yitno mengawali penyampaian maksud kedatangannya malam ini. “Sejak kecil saya harus menggembala kambing dan mencari rumput, atau membantu bapak saya bekerja di ladang,” sambungnya.

Pak Bei tahu, memang dulu di kampung Kang Mul hampir tidak ada anak sekolah apalagi sampai kuliah. Hanya satu-dua yang sempat lulus SD.

“Tapi beruntung sekali dulu setiap maghrib sampai isya’ saya dan beberapa teman sempat ikut belajar mengaji di langgar peninggalan kakek Pak Bei itu,” kata Kang Mul sambil menunjuk Masjid Al-Muttaqin di depan rumah, masjid cikal-bakal alias yang pertama dibangun di kampung Pak Bei.

“Lha terus kersane Kang Mul bagaimana? Apa yang bisa saya bantu?,” tanya Pak Bei.

“Pak Bei kan jadi koordinator. Maka, tolong kami dibantu belajar cara melakukan ibadah Haji, Pak Bei,” pinta Kang Mul.

“Ooh iya, Kang Mul. Insya Allah saya akan bantu. Tapi seperti yang saya sampaikan di pertemuan kemarin, setiap calon jamaah haji sebaiknya ikut bimbingan yang diselengggarakan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umroh. Segeralah Kang Mul mendaftar di KBIHU. Ada beberapa di Klaten ini, silakan pilih mana yang sekiranya paling cocok.”

“Ya itulah, Pak Bei, makanya kami ke sini untuk minta saran, eguh-pertikel, sebaiknya kami ini ikut bimbingan KBIHU yang mana. Kami percaya pada Pak Bei, mana yang paling baik untuk kami ikuti.”

“Kang Mul, rasanya kurang elok kalau saya membanding-bandingkan. Kebetulan juga waktu berangkat Haji tahun 2011, kami ikut bimbingan di KBIHU Arafah yang diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kab. Klaten. Jadi yang saya tahu bagaimana bimbingan dan pelayanannya hanya KBIHU Arafah Klaten.”

“Ada berapa jamaah yang ikut Arafah waktu itu?’

“Seingat saya, dulu jamaah Haji Kab. Klaten semua ada sekitar 1.200an orang. Yang ikut bimbingan di KBIHU Arafah ada sekitar 850 orang.”

“Wah berarti mayoritas ikut KBIHU Arafah ya, Pak Bei.”

“Ya betul, Kang. Umat Islam di Klaten lebih percaya pada KBIHU Arafah.”

“Pak Bei, kenapa kita perlu ikut bimbingan di KBIHU? Bukankah kemarin Pak Yusuf sudah menyampaikan bahwa sebelum Ramadhan nanti Kemenag akan menyelenggarakan Manasik Haji dua kali? Apakah itu belum cukup?”

“Itu sangat tidak cukup, Kang Mul, terutama bagi jamaah yang baru pertama mau ibadah Haji.”

“Kenapa begitu, Pak Bei?”

“Kang Mul, ada beberapa alasan kenapa kita perlu ikut bimbingan ibadah Haji. Pertama, ibadah Haji itu termasuk ibadah mahdhoh, ibadah yang tata cara pelaksanaannya harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Makanya, sebelum berangkat Haji, kita perlu belajar, manasik, hingga benar-benar paham agar nanti di sana dapat beribadah dengan benar dan khusyuk.”

“Yang kedua, Pak Bei?”

“Yang kedua, ibadah Haji itu diikuti oleh berjuta-juta umat Islam dari seluruh dunia di tempat dan waktu yang bersamaan. Kalau kita tidak ikut KBIHU, nanti kita tidak punya teman, tidak punya rombongan yang sama-sama paham bahasa dan kebiasaan kita. Kita akan jadi seperti gelandangan, seperti orang hilang di tengah-tengah berjuta orang. Bahkan, kita bisa benar-benar hilang karena bingung tak tahu arah, tak paham bahasa, tak bisa baca tulisan Arab, dan seterusnya.”

“Yang ketiga?”

“Yang ketiga, keuntungan ikut bimbingan KBIHU Arafah itu kita jadi tambah sedulur, minimal yang satu rombongan sekitar 40 jamaah. Sejak berbulan-bulan ikut manasik di sini dan selama hidup dan beribadah di sana 40 hari, kita akan selalu bersama rombongan kita. Setelah kembali ke Tanah Air, kita akan merasa mereka jadi sedulur.”

“Begitu ya, Pak Bei?”

“Rombongan kami sejak tahun 2011 hingga sekarang pun masih rutin pertemuan silaturahmi selapan pisan, 35 hari sekali, di hari Sabtu Pahing. Kami kangen-kangenan, gojekan, dan ngaji bersama untuk merawat kemabruran Haji. Kalau tidak datang sekali saja, kami akan merasa rugi. Eman-eman.”

“Wah jadi memang penting ikut bimbingan ibadah Haji di KBIHU Arafah ya, Pak Bei?”

“Menurut saya penting sekali, Kang Mul. Memang ada biayanya, alias bukan gratisan. Jer basuki mawa bea.”

“Iyalah, Pak Bei. Jaman sekarang mana ada makan siang gratis. Apalagi ini soal ilmu ibadah yang sangat penting dan sudah lama kita antri menunggu giliran. Ya wajar kalau berbayar.”

“Kang Mul dan Yu Kamirah sudah paham, nggih?”

“Sampun, Pak Bei. Insya Allah kami akan segara mendaftar di KBIHU Arafah. Matur nuwun atas sarannya. Ini sangat penting bagi kami.”

“Dhawah sami-sami, Kang Mul. Saya juga matur nuwun Njenengan sekalian sudah keraya-raya ke sini.”

“Kami pamit dulu, Pak Bei. Kalau ada yang perlu kami tanyakan lagi, masih boleh kami sowan ke sini, kan?”

“Ooh boleh banget. Monggo silakan kapan saja.”

Kang Mulyono dan Yu Kamirah pulang dengan lega hatinya. Pak Bei nguntapke kepulangan mereka hingga ke pintu gerbang.

————————–

Wahyudi Nasution
Anggota Bidang Pertanian Terpadu MPM PP Muhammadiyah

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
3,912FollowersFollow
22,300SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles