29.6 C
Jakarta
Monday, March 17, 2025
spot_img

Jangan ‘Nggege Mangsa’

Seperti hari-hari biasanya, sore ini Pak Bei duduk di teras menikmati kopi semendo sambil asyik membuka-buka HP-nya. Sebelum membaca berita online, tentu pertama-tama yang dibukanya pesan WA. Dicermati dulu kalau ada yang bersifat pribadi alias Wapri, baru kemudian mambuka group-group WA, sepintas kilas. Ya cuma sepintas kilas saja. Tidak mungkin membaca satu persatu postingan karena sedemikian banyaknya group WA.

Ada sekitar 85 group yang tahu-tahu Pak Bei sudah menjadi anggotanya. Entah siapa yang memasukkan, tanpa permisi dan pemberitahuan sebelumnya. Hanya satu dua group yang Pak Bei buat sekaligus menjadi adminnya.

Namanya juga medsos, siapa pun orangnya pasti tidak bisa menghindar dari ‘jeratan’ group WA, kecuali yang memang sangaja tidak menggunakan WA, tidak mengunduh aplikasi di HP-nya.

Sebenarnya bisa kapan saja orang keluar dari group kalau merasa tidak nyaman, sangat mudah. Tapi karena pertimbangan rasa, jadinya gak enak juga mau keluar. Kadang terpaksa harus sedikit berbohong, pakai alasan memori HP-nya sudah kepenuhan, misalnya.

Sore ini ada tiga Wapri yang masuk dari teman Pak Bei dengan topik yang hampir sama. Ketiganya mengucapkan selamat atas terpilihnya beberapa kader Muhammadiyah sebagai Menteri pada Kabinet Prabowo. Aneh juga sebenarnya, kenapa teman-teman ngucapkan selamat ke Pak Bei.

Mungkin karena mereka tahunya Pak Bei pengurus aktif di PP Muhammadiyah, lalu merasa perlu menunjukkan respectnya. Padahal, Pak Bei hanya satu di antara puluhan ribu aktivis dan Pengurus Muhammadiyah, posisinya juga tidak penting-penting amat.

“Terima kasih ya, Bro,” jawaban singkat dikirim ke tiga temannya.

“Sesuai prediksi Pak Bei di postingan FB kemarin, Prof. Abdul Mukti jadi Menteri Pendidikan,” ternyata Mukhlis, teman kuliahnya yang sekarang tinggal di Serang, membalas.

“Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Nda,” Pak Bei meluruskan.

“Saya ikut bersyukur, Pak Bei,” balas Mukhlis lagi. “Tentu Pak Bei lebih bahagia,” sambungnya.

“Memang urusan Pendidikan tidak boleh main-main, Nda. Jangan sampai diserahkan pada orang yang tidak kompeten, tidak kapabel, dan tidak punya reputasi di dunia pendidikan. Ini menyangkut penyiapan generasi 20 tahun ke depan, generasi emas 2045,” tulis Pak Bei.

“Ya itulah kenapa saya bersyukur Prof. Abdul Mu’ti terpilih jadi menteri Dikdasmen, dan Prof. Fauzan terpilih jadi Wamen DiktiRistek. Keduanya punya rekam jejak yang bagus di dunia pendidikan. Bukan kaleng-kaleng.”

“Muhammadiyah punya banyak stok ahli di berbagai bidang, Nda. Kader-kader muda yang juga terpilih jadi menteri seperti Daniel A. Simanjuntak, Raja Juli Antoni, dan Dzulfikar A. Tawalla itu hanya tiga di antara ribuan kader potensial.”

“Benar, Pak Bei. Cuma selama ini kader Muhammadiyah jarang dikasih kesempatan ikut ngelola negara.”

“Ya gak papa. Kita ini ngurusi Persyarikatan dan ribuan AUM saja sebenarnya sudah cukup terkuras tenaga dan pikiran. Makanya tidak perlu berebut ngurusi Pemerintahan. Itu legan golek momongan, kata orang Jawa. Meski demikian, kalau memang negara membutuhkan peran serta kader Muhammadiyah, ya kita berikan kader yang terbaik. Gitu, Nda,” balas Pak Bei agak panjang lebar.

Membalas Wapri selesai, kini giliran membuka group-group WA. Ternyata gayeng juga soal nama-nama menteri. Ada komentar yang positif, tapi banyak juga yang terkesan negatif, pesimis, bahkan nyinyir. Ya gak papa, memang begitulah dunia medsos. Orang bebas mau nulis apa saja.

“Assalaamu’alaikum…,” tetiba terdengar uluk salam dengan suara tidak asing di telinga Pak Bei.

“Weeeh….Kang Narjo. Wa’alaikumsalam. Gak dengar suara motormu, Kang. Ayo duduk dulu,” Pak Bei menyalami Kang Narjo dan mengajaknya duduk di kursi sedan.

Sebelum melanjutkan obrolan, Pak Bei order ke Cahya supaya buatkan segelas kopi untuk sahabatnya.

“Dari mana, Kang?”

“Dari rumah. Memang sengaja ke sini.”

“Kok njanur gunung. Tumben. Ada kabar apa?”

“Cuma mau mengucapkan selamat kok, Pak Bei.”

“Selamat soal apa?”

“Headline semua koran tadi pagi kan soal pelantikan Presiden Prabowo dan Gibran wakilnya. Juga daftar Menteri Kabinet Merah Putih.”

“Apa masalahnya, Kang?”

“Saya senang melihat ada beberapa nama kader Muhammadiyah yang diamanahi jadi Menteri dan Kepala Badan.”

“Ya alhamdulillah, Kang, semoga mereka amanah.”

Cahya datang menyuguhkan kopi.

“Monggo ngopi, Pakdhe,” kata Cahya sambil menyalami Pakdhe Narjo.

“Matur nuwun ya, Le,” kata Kang Narjo.

“Itulah, Pak Bei. Beberapa nama memang tidak perlu diragukan kredibilitasnya. Tapi ada nama-nama yang belum tampak rekam jejaknya.”

“Yang kader-kader muda itu, maksudmu?”

“Benar, Pak Bei. Saya agak khawatir mereka masih gampang silau dengan godaan kadonyan, keduniaan.”

“Walah, Kang, kita lihat saja dulu perjalanan ke depan. Jangan nggege mangsa, mendahului waktu,” jawab Pak Bei. “Ayo diminum dulu kopinya,” sambungnya.

Obrolan Pak Bei dengan Kang Narjo tidak berlangsung lama. Azan maghrib mulai terdengar bertalu-talu dari corong masjid-masjid sekitar kampung Pak Bei. Keduanya pun bergegas berangkat ke mushola depan nDalem Pak Bei.

Wahyudi Nasution
Anggota Bidang Pertanian Terpadu MPM PP Muhammadiyah

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
3,912FollowersFollow
22,300SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles