Oleh: Rumini Zulfikar (*)
“Manusia dalam hidup memiliki dua hal yang harus menjadi pijakan, yaitu membangun kesalehan pribadi serta membangun kesalehan sosial.”
Ungkapan dalam judul berbahasa Jawa di atas mengandung nilai yang menyampaikan pesan penting bagi umat manusia dalam kehidupan.
Kita perlu menyadari bahwa sejatinya manusia memulai hidupnya dalam kesendirian, tetapi dalam perjalanannya, manusia tidak bisa lepas dari bantuan orang lain. Tidak semua hal dapat dikerjakan sendiri.
Oleh karena itu, sebagai individu, kita harus memahami bahwa dalam kehidupan sosial, kemasyarakatan, maupun urusan lainnya, kita tidak bisa mengerjakan semuanya sendiri—atau dalam istilah Jawa disebut hangabehi (mengerjakan semuanya sendiri).
Dalam kehidupan bermasyarakat, kita perlu membangun hubungan yang baik dengan saling mengenal, menyapa, berkomunikasi, menjaga, menghormati, dan menghargai satu sama lain. Setiap individu memiliki karakter, kultur, serta status sosial yang berbeda-beda. Namun, jika perbedaan itu disatukan dalam satu frekuensi dengan tujuan dan cita-cita bersama, maka akan tercipta manfaat yang lebih luas bagi semua.
Di lingkungan tempat tinggal kita masing-masing, pasti ada wadah atau komunitas dengan beragam latar belakang, baik sosial, ekonomi, budaya, seni, maupun keagamaan.
Sebagai contoh, di tempat tinggal penulis, sejak enam tahun terakhir telah terbentuk komunitas Sinau NGOBAR (Ngopi Bareng). Komunitas ini diinisiasi oleh penulis pada tahun 2019, ketika menjabat sebagai ketua RT, bersama empat tokoh lainnya: Ismail, Nurchamid, Agus Handoko, dan Teguh Budiyono. Seiring berjalannya waktu, komunitas ini semakin menarik minat banyak orang, termasuk Muhammad Fatah Muttaqin (owner penyedia layanan Wi-Fi Ekonit) dan Budi (seorang petani jamur dari Polanharjo).
Media untuk Belajar Kehidupan
Bagi penulis, komunitas Ngobar menjadi wadah untuk saling bertukar pikiran dengan sesanti “Mbangun Sesrawungan, Migunani Tumrap Liyan”, sebagai ikhtiar menyeimbangkan ibadah pribadi kepada Allah dengan tindakan nyata melalui nilai-nilai kebajikan. Dalam komunitas ini, latar belakang keyakinan, pendidikan, kedudukan, atau status sosial tidak menjadi penghalang.
Yang menarik dari komunitas ini adalah kemampuannya mengelaborasi potensi yang dimiliki setiap anggota, yang berasal dari berbagai profesi dan keahlian. Beberapa waktu lalu, Musori, selaku koordinator komunitas, mengusulkan gagasan penting terkait Gerakan Peduli Sampah melalui program Bank Sampah. Selain itu, untuk menumbuhkan rasa kepedulian terhadap sesama (liyan), komunitas ini juga meluncurkan gerakan Lumbung Sosial, yang diresmikan bertepatan dengan pertemuan rutin selapanan di rumah salah satu anggota Ngobar, Giyoto.
Dengan ikhtiar ini, perlahan-lahan komunitas Ngobar terus berusaha menumbuhkan kesadaran dan membentuk pribadi yang berintegritas secara holistik melalui wadah kebersamaan ini.
(*) Anggota Bidang Syiar Pemberdayaan MPM PDM Klaten dan Penggiat Komunitas NGOBAR