Oleh: Chabibul Barnabas*
PROGRAM makan bergizi gratis yang diusulkan oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dengan anggaran sebesar Rp 71 triliun telah menimbulkan berbagai reaksi di kalangan masyarakat dan pemerintahan. Menteri Keuangan Sri Mulyani pun menyoroti program ini, menguraikan potensi manfaat hingga tantangan dalam pelaksanaannya.
Artikel ini akan membahas program tersebut dari berbagai perspektif, mengurai potensi dampaknya, serta mengevaluasi apakah program ini adalah investasi masa depan yang cemerlang atau justru menjadi beban anggaran.
Program makan bergizi gratis bertujuan untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat Indonesia, terutama anak-anak. Anggaran yang besar ini dialokasikan untuk memerangi masalah gizi buruk dan stunting yang masih menjadi tantangan utama di Indonesia. Menurut data terbaru, prevalensi stunting di Indonesia mencapai 21,6% pada 2022, meski sudah mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya.
Prabowo Subianto mengusulkan program ini sebagai bagian dari strategi nasional untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dengan harapan bahwa generasi yang lebih sehat akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di masa depan.
Sri Mulyani mengakui potensi besar dari program ini, terutama dalam konteks meningkatkan gizi anak-anak dan mengurangi stunting. Namun, ia juga menekankan pentingnya efektivitas dalam penggunaan anggaran sebesar Rp 71 triliun. Tantangan utama yang diidentifikasi adalah menghindari kebocoran anggaran dan memastikan distribusi makanan bergizi sampai ke tangan yang membutuhkan.
Selain itu, koordinasi lintas sektoral yang baik sangat penting untuk memastikan program ini berjalan dengan lancar.
Program-program sejenis di berbagai negara menunjukkan bahwa efektivitas dan keberlanjutan adalah kunci keberhasilan. Sebagai contoh, program makan siang gratis di India, yang dikenal sebagai Mid-Day Meal Scheme, telah sukses mengurangi tingkat malnutrisi di kalangan anak sekolah. Namun, program tersebut juga menghadapi tantangan dalam hal kualitas makanan dan logistik, yang seharusnya menjadi perhatian dalam pelaksanaan program di Indonesia.
Indonesia sebenarnya sudah memiliki program serupa yang dapat menjadi pelajaran berharga bagi pelaksanaan program ini. Misalnya, Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk anak sekolah telah berlangsung di beberapa daerah, namun belum sepenuhnya efektif karena berbagai kendala, seperti distribusi yang tidak merata dan kualitas makanan yang tidak selalu sesuai dengan standar gizi.
Dengan anggaran yang jauh lebih besar, program makan bergizi gratis yang diusulkan Prabowo memiliki potensi untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan tersebut, tetapi juga menghadapi tantangan yang lebih besar dalam hal pengawasan dan pelaksanaan.
Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah dampak sosial dan ekonomi dari program ini. Di satu sisi, program ini dapat langsung meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin, terutama anak-anak.
Dengan akses makanan bergizi, diharapkan masalah gizi buruk dan stunting dapat diminimalisir. Hal ini penting karena stunting tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan fisik, tetapi juga perkembangan kognitif anak-anak, yang pada gilirannya akan berdampak pada produktivitas mereka di masa depan .
Namun, di sisi lain, ada pertanyaan besar mengenai keberlanjutan program ini. Dengan anggaran sebesar Rp 71 triliun, kekhawatiran muncul apakah pemerintah mampu mempertahankan program ini dalam jangka panjang tanpa mengorbankan sektor-sektor penting lainnya.
Tantangan lainnya adalah bagaimana memastikan bahwa program ini tidak menjadi beban anggaran yang besar jika tidak dikelola dengan baik. Pengalaman dari negara lain, seperti India, menunjukkan bahwa meskipun program makan bergizi gratis dapat memberikan manfaat besar, masalah seperti korupsi dan inefisiensi sering kali mengurangi efektivitas program tersebut .
Untuk menjawab pertanyaan ini, penting untuk melihat program ini sebagai investasi jangka panjang. Jika program makan bergizi gratis ini dapat menurunkan angka stunting dan meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia, maka dalam jangka panjang program ini dapat memberikan dampak positif pada pertumbuhan ekonomi. Generasi muda yang sehat dan produktif adalah aset berharga bagi negara, dan investasi dalam kesehatan mereka adalah investasi dalam masa depan bangsa.
Keberhasilan program ini akan sangat bergantung pada bagaimana program ini dikelola dan dieksekusi. Keterlibatan berbagai kementerian dan lembaga, serta pengawasan ketat dari pemerintah pusat hingga daerah, diperlukan untuk memastikan setiap rupiah dari anggaran Rp 71 triliun ini digunakan dengan efektif dan tepat sasaran .
Sebagai kesimpulan, program makan bergizi gratis yang diusulkan oleh Prabowo Subianto adalah inisiatif ambisius dengan potensi manfaat besar bagi masyarakat Indonesia. Namun, tantangan dalam pelaksanaannya tidak boleh diabaikan. Dengan manajemen yang baik, program ini bisa menjadi investasi jangka panjang yang berdampak positif bagi kualitas sumber daya manusia Indonesia. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, program ini bisa menjadi beban anggaran yang besar tanpa memberikan hasil yang diharapkan.
Pada akhirnya, keberhasilan program ini akan sangat tergantung pada kemampuan pemerintah untuk mengatasi tantangan yang ada dan memastikan bahwa program ini berjalan dengan efektif.
*Penulis adalah Bendahara Majelis Pemberdayaan Masyarakat PWM Jateng dan Jamaah Tani Muhammadiyah (Jatam) PWM Jawa Tengah