Oleh : Syaifudin*
SEJARAH telah mencatat betapa besar peran persyarikatan Muhammadiyah. Pemberdayaan masyarakat, sejatinya hanya salah satu puzzle dari kiprah besar Muhammadiyah di negeri ini.
Persyarikatan yang didirikan KH Ahmad Dahlan ini, telah memberikan sumbangsih nyata dalam berbagai aspek kehidupan di Indonesia, bahkan sejak jauh-jauh hari sebelum negeri ini merdeka.
Melalui majelis-majelis yang dimiliki, ormas Islam dengan gerakan tajdid atau pembaharuan ini mengepakkan sayap kiprahnya di berbagai lini kehidupan.
Sejak awal didirikan oleh KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta tahun 1912, Muhammadiyah telah meneguhkan komitmennya untuk membawa umat dan bangsa menjadi umat yang berkeadaban maju.
Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) yang merupakan salah satu elemen persyarikatan Muhammadiyah, memegang peran yang sangat penting, khususnya dalam kerja pemberdayaan masyarakat.
Karena sejatinya, MPM adalah refleksi bentuk kepekaan persyarikatan Muhammadiyah atas berbagai problematika yang ada di masyarakat kita.
Itu sebabnya, beberapa persoalan penting seperti kesenjangan sosial, kemiskinan, kedaulatan pangan maupun kedaulatan petani untuk menentukan harga hasil panen, menjadi fokus perhatian MPM.
Meski sebagai majelis yang relatif baru, namun sejatinya kerja-kerja pemberdayaan yang dilakukan persyarikatan Muhammadiyah sudah berlangsung sangat lama.
Majelis Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO), menjadi salah satu embrio kerja pemberdayaan saat KH Ahmad Dahlan mendirikan persyarikatan ini.
Seiring berjalannya waktu, kerja-kerja pemberdayaan yang dilakukan Muhammadiyah semakin masif dan melebar ke banyak lini.
Kerja pemberdayaan dan tantangannya juga semakin kompleks. Maka lahirlah MPM dan PKO kemudian melakukan kiprahnya di ranah yang lebih spesifik setelah bertransformasi menjadi Majelis Pembinaan Kesehatan Umum (MPKU). Melihat kompleksitas persoalan masyarakat, MPM memang tak mungkin bekerja sendiri.