Majelis yang menjadi motor penggerak kerja pemberdayaan masyarakat di persyarikatan Muhammadiyah ini, dimotivasi untuk terus berkontribusi dalam ikhtiar penanganan persoalan sosial dan kemiskinan.
Saat menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MPM di Purwokerto akhir Juli lalu, Buya Anwar Abbas menggambarkan fakta struktur kesejahteraan masyarakat kita masih sebagai sebuah piramida.
Masyarakat miskin menempati angka dominan di bagian paling bawah piramida. Karenanya, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini, meminta MPM terus memantapkan perannnya agar piramida itu bertransformasi menjadi belah ketupat.
Melalui ikhtiar itu, masyarakat miskin yang semula paling dominan di struktur paling bawah, bisa beralih posisi di kelas menengah.
Tentu, itu semua bukan pekerjaan ringan. Butuh proses dan perjuangan. MPM akan terus berhadapan dengan berbagai tantangan, terlebih dengan kondisi aktual persoalan sosial dan kemiskinan saat ini.
Dan semua itu memang disadari MPM sebagai sebuah kerja yang butuh energi lebih. Ketua MPM PP Muhamadiyah, Dr. M Nurul Yamin, Msi pernah mengatakan, kerja pemberdayaan merupakan kerja kolaboratif yang butuh logistik dan nafas panjang.
Di sisi lain, banyaknya PR pemberdayaan masyarakat juga menjadi tantangan perjuangan bagi MPM maupun persyarikatan Muhammadiyah secara umum.
Berat memang. Karena selama masih ada persoalan sosial dan kemiskinan, sama artinya kerja pemberdayaan belum selesai.
Harus terus dipacu sebagai bagian fastabiqul khairat yang selama ini dipegang teguh dan menjadi ruh perjuangan Muhammadiyah.
“Selama rakyat masih menderita, tak ada kata istirahat”. Kata-kata mendiang tokoh Muhammadiyah yang juga perintis MPM Muhammadiyah, Dr. Said Tuhuleley, memang sarat makna.
Kata-kata tokoh pemberdayaan masyarakat ini, akan terus terpatri di hati keluarga besar Muhammadiyah dan menjadi spirit, pelecut semangat, sekaligus “nafas” bagi MPM untuk melanjutkan kiprah mulia beliau. (*)
*Penulis adalah Ketua Bidang Syiar Pemberdayaan MPM PWM Jawa Tengah
