Siasati Kekeringan Sawah dengan Menanam Bawang Merah
CILACAP, MPMJATENG.com – Budidaya bawang merah milik Kelompok Tani Suka Asih di Dusun Nambo Desa Bantarpanjang Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Cilacap, Senin 9 Oktober 2023 dipanen. Lahan budidaya bawang merah tersebut merupakan dampingan Jamaah Tani Muhammadiyah (JATAM) Cilacap.
Ketua Kelompok Tani Suka Asih, Bintoro Kasyono mengatakan, budidaya bawang merah itu merupakan salah satu upaya menyiasati dampak musim kemarau. Karena saat musim kemarau seperti saat ini, lahan tersebut mengering dan tidak bisa ditanami padi.
Baca Juga : JATAM Menuju Korporasi Tani
“Kalau MT (musim tanam, red) 1 dan 2 lahan ini ditanami padi. Tapi saat kemarau seperti ini sawah kekeringan. Karena tidak bisa ditanami padi, sehingga kami tanami bawang merah,” kata Bintoro kepada mpmjateng.com di lokasi panen.
Menurut Bintoro, kondisi sawah yang kering akibat kemarau, justru sangat bagus untuk tanaman bawang merah. “Saat musim kemarau seperti saat ini, justru hasil panen bawang merah sangat bagus. Ini sangat menguntungkan petani untuk mengisi kekosongan lahan setelah MT 2,” ujarnya.
Baca Juga : Dukung Rakerwil MPM, UMP Siap Support “JATAM Edupark”
Dia menjelaskan, lahan bawang merah yang dipanen luasnya mencapai 100 ubin. Ini merupakan panen kedua. Hasilnya diperkirakan lebih banyak jika dibanding panen tahun lalu.
“Tahun lalu kami panen satu ton. Kalau sekarang hasilnya lebih bagus,” ungkapnya. Menurut dia, pada penanaman bawang merah tahun kedua ini, pihaknya mengurangi penggunakan pupuk maupun pestisida kimia hingga 50 persen.
Baca Juga : Korporasi Petani, Upaya MPM Berdayakan Petani Secara Paripurna
Komposisi pupuk organik diperbanyak, ditambah pemanfaatan Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) atau agen hayati. Ternyata hasilnya jauh lebih bagus dari sisi kualitas umbi bawang merah yang dihasilkan.
“Di lahan ini ada juga budidaya bawang merah yang full kimia. Sedangkan yang kita panen hari ini pestisida dan pupuk kimianya kita kurangi sampai 50 persen. Ternyata hasilnya jauh lebih bagus,” ungkap Bintoro.

Dia menambahkan, pengurangan pupuk dan pestisida kimia itu tidak lepas dari pendampingan JATAM. Karena JATAM mengarahkan pada budidaya pertanian yang lebih ramah lingkungan. “Kami sangat terbantu dengan pendampingan JATAM. Kami juga diberi bantuan PGPR,” imbuhnya.
Ketua JATAM Cilacap, Narsito menjelaskan, budidaya bawang merah tersebut awalnya didanai oleh Lazismu Cilacap melalui program Tani Bangkit. “Sejak awal budidaya hingga yang kedua ini selalu kami dampingi, termasuk memantau perkembangannya,” jelas Narsito.
Baca Juga : MPM PDM Tancap Gas, Pacu Inovasi Bidang Pertanian Terpadu
Menurut dia, JATAM juga juga memberikan bantuan PGPR atau agen hayati untuk mengurangi penggunaan pupuk maupun pestisida kimia di lahan budidaya bawang merah tersebut. “Selain memperbaiki struktur tanah, kita berharap kualitas hasil panennya juga lebih bagus,” ujarnya.
Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Ir. Fatchur Rochman mengatakan, secara teknologi, budidaya bawang merah yang dikelola Kelompk Tani Suka Asih sama dengan yang dilakukan di Brebes yang merupakan salah satu sentra bawang merah di Indonesia.
Baca Juga : MPM PWM Jateng Inisiasi Budidaya Mikroalga
“Secara teknologi budidaya, ini sama dengan yang di Brebes. Karena studi bandingnya juga ke Brebes,” kata Fatchur Rochman. Namun menurut dia, ada yang beda pada budidaya bawang merah di Cimanggu.
“Di beberapa daerah, penggunaan pestisida kimianya sudah sangat tinggi. Bahkan full kimia. Yang kita dampingi di sini mengarah ke organik. Penggunan pupuk maupun pestisida kimianya dikurangi hingga 50 persen,” paparnya.
Baca Juga : Belajar Wirausaha, 60 Ibu Rumah Tangga di Tegal Timur ikuti Cooking Class
Menurut Fatchur, pengurangan bahan kimia itu dampaknya sangat bagus. Jika dibandingkan dengan budidaya bawang merah full kimia, perbedaannya sangat signifikan. Selain dari sisi penampakan tanaman, juga bisa dilihat dari umbinya.
“Dari penampakan tanaman, besarnya umbi, jauh lebih baik yang memakai bahan organik 50 persen. Secara kualitas jauh lebih baik. Dari sisi penampakan saja, daunnya lebih hijau. Umbinya juga jauh lebih besar. Warna umbinya juga lebih merah,” tandasnya. (*)