PEMALANG, MPMJATENG.com – Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, mulai melakukan kajian untuk merumuskan langkah pemberdayaan nelayan.
Langkah ini dilakukan menyusul banyaknya keluhan nelayan saat musim paceklik ikan seperti saat ini. Nelayan sejumlah daerah di Jawa Tengah, mengeluhkan paceklik ikan yang sampai saat ini masih terjadi.
Di wilayah Kabupaten Pemalang, dalam dua bulan terakhir nelayan mengalami paceklik ikan. Hasil tangkapan mereka menurun drastis sejak awal Agustus lalu. Akibatnya, mereka kesulitan membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk kembali melaut.
“Untuk membeli BBM saja tidak cukup. Belum lagi untuk membeli perbekalan lainnya,” kata Tolani, salah seorang nelayan di tempat pendaratan ikan Mojo, Kecamatan Ulujami. Menurut dia, kondisi ini dialami nelayan pantai maupun nelayan yang mencari ikan di lepas pantai.
Baca Juga : MPM Jateng Mulai Garap Pemberdayaan Kawasan Pesisir
Tolani yang merupakan salah satu nelayan lepas pantai mengungkapkan, penurunan hasil tangkapan saat ini bisa mencapai 50 persen. “Kalau lagi banyak ikan, sekali pendaratan ikan nilai transaksinya mencapai Rp 100 juta. Sekarang paling hanya Rp 30 juta hingga Rp 50 juta,”ungkapnya.
Menurut dia, sejak awal Agustus hingga saat ini, paceklik belum pulih. Kondisi ini dialami nelayan di semua tempat pendaratan ikan maupun Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang ada di wilayah Kabupaten Pemalang seperti TPI Tanjungsari, Asemdoyong, Mojo, serta Ketapang.
Untuk mengurangi beban ekonomi akibat dampak paceklik, sejumlah nelayan beralih ke sektor pertanian. “Ibu-ibunya petik melati untuk dijual. Beberapa nelayan selain punya perahu, juga punya ladang. Kebetulan pinggiran Kali Comal juga subur, sehingga bisa untuk bercocok tanam,”imbuhnya.
Di Cilacap, paceklik ikan sudah berangsur pulih sejak dua minggu lalu. Para nelayan sudah mulai memperoleh hasil tangkapan, terutama udang dogol dan udang krosok. Sayangnya, saat hasil tangkapan udang mulai melimpah, harganya langsung anjlok.
“Udang dogol yang biasanya harganya antara Rp 60 ribu sampai Rp 80 ribu, sekarang merosot hingga Rp 35 ribu per kilogram,”ujar Heldi, salah satu nelayan Cilacap. Menurut dia, penurunan harga juga terjadi pada jenis udang krosok.
“Kalau biasanya Rp 20 ribu sampai Rp 25 ribu per kilogram, sekarang maksimal hanya Rp 15 ribu. Dia mengungkapkan, nelayan yang memperoleh udang cukup banyak, langsung menjual hasil tangkapannya. “Karena kami tidak punya fereezer. Kalau tidak langsung dijual takutnya malah busuk. Jadi walaupun harganya anjlok, mau tidak mau kita harus langsung dijual,” kata dia.
Ketua MPM PWM Jawa Tengah, Ir. Fatchur Rochman mengatakan, paceklik ikan merupakan fenomena musiman yang terjadi setiap tahun. Karena itu, MPM Jawa Tengah yang salah satu bidang garapannya adalah pemberdayaan masyarakat pesisir dan nelayan, akan melakukan kajian untuk merumuskan model pemberdayaan yang tepat agar nelayan tetap memiliki mata pencaharian selama musim paceklik.
“Nanti kita juga akan berkoordinasi dengan Perguruan Tinggi Muhammadiyah/Aisyiyah (PTMA) yang memiliki fakultas atau jurusan perikanan seperti UMP (Universitas Muhammadiyah Purwokerto, red). Juga dengan PTMA yang lain. Sebab walaupun tidak memiliki Fakultas Perikanan, mereka punya Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) yang salah satu tupoksinya adalah pemberdayaan masyarakat,” ungkapnya.
Baca Juga : MPM dan PTMA Sepakat Tingkatkan Sinergi Pemberdayaan Masyarakat
Menurut Fatchur, untuk merumuskan langkah pemberdayaan yang tepat, pihaknya perlu mengetahui potensi yang ada di masing-masing daerah. “Kita harus ke lapangan dulu melihat potensi yang ada, sehingga bisa merumuskan model pemberdayaan yang tepat,” ujarnya.
Menurut dia, nelayan juga bisa melakukan langkah antisipasi. Karena paceklik ikan merupakan siklus tahunan. “Jadi bisa diantisipasi sebelumnya. Paling tidak mereka tetap punya sumber penghasilan selama tidak melalut saat paceklik,” jelasnya.
Terkait persoalan yang dihadapi nelayan di Cilacap, MPM Jawa Tengah juga akan mencoba mencari link-link pemasaran yang dimiliki MPM. “Untuk yang di Cilacap kami juga sudah berupaya membantu. Kebetulan ada pengurus MPM yang punya freezer. Tapi kapasitasnya memang kecil, hanya 2-3 kuintal. Nanti ini akan kita bahas dengan UMP maupun PTMA yang lain. Karena ini memang siklus yang terjadi setiap tahun,”imbuhnya. (*)